Tahun 2004 sudah empat tahun berlalu, pemilu 2009 sudah di depan mata. Sebagai salah seorang yang memilih SBY tahun 2004, saya sempat menulis beberapa kekecewaan. Walaupun bukan pengamat yang intensif saya pun memiliki beberapa catatan apresiasi. Dua diantaranya adalah :
1. Pemilihan Wakil Presiden Jusuf Kalla; dan
2. Prestasi Sri Mulyani dan Jenderal Sutanto.
Dodi said:
To pa adji
pemaparan yang cukup simple memudahkan saya untuk memahami apa yang disampaikan, namun saat ini ada beberapa fakta yang justru hangat-hangat kuku, namun sebagai triger awal saya setuju dengan tulisannya….suskses terus pa.
Yari NK said:
Setiap kabinet dan pemerintahan memang punya plus dan minus tersendiri. Prestasi oleh dua orang mungkin itu adalah suatu yang baik namun bisa jadi juga suatu yang “buruk” untuk keseluruhan jikalau prestasi dua orang itu “dirusak” oleh misalnya sepuluh orang yang melakukan wanprestasi. Saya sendiri terus terang belum mengamati secara mendetail atau mengevaluasi keseluruhan kabinet SBY ini, tapi yang jelas pertimbangan rakyat adalah berdasarkan yang sering ia dengar melalui pers.
Walaupun begitu, tentu rakyat juga tidak dapat disalahkan kalau rakyat menilai bias, karena kinerja humas dan jubir kepresidenan juga bagian dari keberhasilan atau kegagalan suatu kabinet atau pemerintahan…..
suyanto said:
jika kita melihat dari kacamata kepentingan nasional, serta semangat integral, maka duet SBY-JK adalah pola hubungan yang cukup mewakili kepentingan politik anatara basis Jawadan luar Jawa. sehingga membuka peluang kemudahan dalam menemukan titik interseksi dalam mengatasi berbagai persoalan politik, dan ekonomi yang sudah terwariskan sejak pemerintahan sebelumnya. secara personal saya melihat SBY tidak bisa terlepas dari karakter kajawennya, menjadi sangat dimaklumi apabila pola kepemimpinan dan gaya kepemimpinan cenderung hati-hatai dan perfikit holistik serta universal dalam mengambil satu keputusan. begitu juga sebaliknya JK, dengan karakter sumateranya ia cenderung terlihat aktif dan evensif. sekarang apa masalahnya? bukankan pasangan ideal adalah pasangan yang memiliki potensi dan kemampuan yang saling melengkapi satu-sama lain. kacamata pribadi saya melihat bahwa anggapan orang terhadap SBY yang lamban dan tidak tegas merupakan cara pandang yang berbeda saja, artinyatidak juga salah, karena mungkin mereka melihat dengan kacamata yang berbeda. yang terpenting saat ini bagaimana membangun pola berpolitik yang etis, secara sistemik, pola hubungan antara tiga lembaga negara yang tertuang dalam trias politikanya Montesque memungkinkan pemerintahan dapat berjalan dengan sinergi yang optimal, tetapi kenyataannya berbeda. saya melihat mereka para anggota lembaga negara memaknai esensi dari fungsi masing-masing lembaganya terlalu sempit dan cenderung berorientasi pada kepentingan kelompok bukan natinalism interrest sehingga selalu menghambat upaya pembangunan di segala bidang, termasuk implementasi dari konstitusi UUD 1945. melihat realita seperti ini saya berfikir bahwa, pemahaman mengenai devinisi politik di Indonesia harus distandarkan sebagai landasan operasional bagi setiap warga nmegara dalam melakukan aktifitas politik, yang kedua kesalahan makna dalam mengartikan politik dengan sebutan, misalnya: politik itu kotor, kejam,dan culas serta tidak ada sahabat sejati yang ada kepentingan abadi harus di hilangkan karena berpotensi merusak pemahaman generasi muda. kita tetap harus sepakat dan konsisten terhadap devinisi murni dari politik yang kita anut. jadi permaslahannya bukan ada di pemimpinnya saja, tetapi memang kita semua sudah bermasalah dan politisi kita lebih suka membuat masalah daripada menyelesaikan masalah, perlu bukti? tinggal di inventarisir berada permasalahan bangsa yang sudah dapat terpecahkan oleh para poltisi itu dan berapa banyak maslah baru yang muncul karena ulah mereka, sederhana kan. terkadang saya berfikir sebenarnya dibelahan dunia manapun dan sepanjang sejaarah perubahan di dunia ini, yang namanya pemimpin itu tidak banyak jumlahnya, tetapi mampu membawa perubahan ke arah yang lebih cerah. lalu pertanyaannya darimana harus dimulai? Islam menyatakan bahwa kita semua adalah pemimpin untuk diri kita masing-masing, artinya jika kita mampu berbenah untuk lingkup internal dan kecil ini,maka peran kepemimpinan kita akan mendukung untuk lingkup yang lebih besar. selaras dengan ajaran aristoteles bahwa jika setiap indifidu baik, maka dunia akan menjadi baik. yang kedua pembenahan harus berorientasijangka panjang dan memiliki daya guna yang efektif, lalu bagaimana? saya berpendapat bahwa perubahan harus dimulai dari sejak dini dan untuk merealisaikan hal itu maka harus dumulai dari yang paling bawahm yakni taman kanak-kanak, SD dan seterusnya karena mereka adalah aset masadepan sekaligus pewaris estafet kepemimpinan. hukum alam selalu objektif bahwa yang tua akan mati dan digantikan yang muda. sekarang mana pemudanya? sebagai generasi tua dan yang sudah menjelang tua saya berfikir bahwa kaum tua harus memiliki filosofi seperti pohon pisang, pohon pisang tumbuh, lalu berbuah dan dia akan mati membusuk setelah, melahirkan tunas baru penggantinya. pedoman kepemimpinan yang terwariskan oleh ki Hadjar Dewantoro dengan semboyannya Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tutwuri Handayani, menuntut seorang pemimpin yang dapat menjadi contoh saat di depan, dan menjadi penyemangat saat id tengah, serta menjadi pendorong saat berada di belakang, artinya generasi ini butuh contoh sikap mental positif dari pemimpin, generasi ini butuh motifasi serta dorongan untuk keluar dari keterbelakangan dan ancaman perbudakan dari bangsa lain. wassalam, Suyanto Londrang, Jakarta.